Langsung ke konten utama

Penyimpangan pada anak (Pendidikan dan keluarga)


             DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 1
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 2
A.    Latar Belakang .......................................................................................................... 2
B.     Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
C.    Tujuan ........................................................................................................................ 3
BAB II
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 3
A.    Pengertian Perilaku Menyimpang ............................................................................ 3
B.     Ciri-ciri Perilaku Menyimpang ................................................................................. 4
C.    Faktor-faktor Penyebab Penyimpangan Perilaku .................................................. 6
D.    Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang .................................................................... 7
E.     Contoh Perilaku Menyimpang ................................................................................. 8
F.     Usaha Untuk Menanggulangi Perilaku Menyimpang ............................................ 9
BAB III
PENUTUP............................................................................................................................. 11
A.    Kesimpulan................................................................................................................ 11
B.     Daftar Pustaka ......................................................................................................... 12




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pada saat ini bangsa Indonesia telah dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang sangat kompleks baik secara internal maupun eksternal, barangkali dapat kita bayangkan seandainya bangsa ini dipimpin oleh generasi muda atau anak bangsa yang bodoh, malas, tidak bermoral, dan sifat yang tidak terpuji, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang terbelakang, jauh tertinggal dari negara-negara lainnya.
            Anak didik dipandang sebagai generasi yang belum matang dan dewasa. Untuk itu perlu dibina dan dididik secara mental sehingga watak anak didik dapat berkembang dengan baik. Sesuai dengan yang diharapkan menurut psikologi Prof. Slamet Santoso “Pembinaan watak adalah tugas utama pendidikan” berupa pikiran dan tindakan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang terlihat setiap harinya, dengan kata lain watak yang baik adalah cermin dari sikap dan perilaku yang menunjang tinggi nilai-nilai mental. Sebagai pengganti generasi tua, dan penerima estafet kepemimpinan dimasa mendatang, para siswa perlu dibina dan dididik karena masa depan bangsa ini ditentukan oleh sejauh mana kualitas para generasinya, baik secara moral maupun keprofesionalannya dalam memimpin bangsa ini pada suatu saat nanti.
Adalah keluarga yang sangat berperan penting dalam mendidik dan membina anak.  Keluarga merupakan benih akal penyusunan kematangan individu dan struktur kepribadian. Anak-anak mengikuti orang tua dan berbagai kebiasaan dan perilaku. Dengan demikian, keluarga adalah elemen pendidikan yang paling nyata, tepat dan amat besar.
Keluarga memiliki dampak yang besar dalam pembentukan perilaku individu serta pembentukan vitalitas dan ketenangan dalam benak anak-anak karena melalui keluarga anak-anak mendapatkan bahasa, nilai-nilai, serta kecenderungan mereka. Keluarga bertanggung jawab mendidik anak-anak dengan benar dalam kriteria yang benar, jauh dari penyimpangan.
Dengan demikian, dalam makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan secara lengkap mengenai apa saja sebab penyimpangan yang terjadi pada anak.
B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian perilaku menyimpang
2.      Ciri-ciri perilaku menyimpang
3.      Faktor-fator penyebab perilaku menyimpang
4.      Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang
5.      Contoh Perilaku Menyimpang
6.      Usaha Untuk Menanggulangi Perilaku Menyimpang

C.    Tujuan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari perilaku menyimpang dan apa saja faktor-faktor penyebab perilaku menyimpang serta bentuk-bentuk dan contoh dari perilaku menyimpang. Juga agar dapat mengetahui usaha untuk menanggulangi perilaku menyimpang.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perilaku Menyimpang
            Istilah penyimpangan perilaku sering digunakan pada istilah gangguan emosional (emotional disturbance) dan ketidakmampuan penyesuaian diri (maladjusment)  dengan berbagai bentuk variasinya. Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
      Heward & Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lama, yaitu:
1.      Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor intelektualitas, alat indra maupun kesehatan.
2.      Ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik.
3.      Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di bawah keadaan normal.
4.      Mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau depresi.
5.      Kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahanpermasalahan pribadi atau sekolah.
            Kartini kartono (dalam patologi sosial jilid 1, 2005) berpendapat bahwa penyimpangan merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan.[1] Tingkah laku seseorang dapat dikatakan menyimpang bilamana tingkah laku tersebut dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain dan juga melanggar aturan-aturan, nilai-nilai, dan norma-norma, baik norma agama, norma hukum, norma adat. Tingkah laku menyimpang dapat terjadi dimana-mana, dan kapan saja, baik di sekolah, dalam keluarga maupun dalam kehidupan di masyarakat.
            Mengenai masalah tingkah laku menyimpang dewasa ini sudah menjadi program pemerintah untuk menanggulanginya. Hal ini sudah terbukti sejak tahun 1971. Pemerintah telah menaruh perhatian yang serius dengan dikeluarkannya bakolak Inpres No. 6 / 1971 pedoman 8, tentang Penanggulangan tingkah laku menyimpang pada anak didik. Didalam pedoman ini diungkapkan mengenai pengertian tingkah laku, perbuatan atau tindakan yang bersifat asosial, bahkan anti sosial yang melanggar norma sosial, agama, serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
            Menurut Dr. Kusumanto “Tingkah laku menyimpang” adalah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik oleh suatu  lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan.
            Dari beberapa defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa “tingkah laku menyimpang” adalah suatu tindakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, agama, dan norma-norma masyarakat sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentuan umum dan juga merusak dirinya sendiri.[2]
B.     Ciri-ciri Perilaku Menyimpang
Menurut Paul B. Horton, penyimpangan sosial memiliki enam ciri sebagai berikut.
1.      Penyimpangan harus dapat didefinisikan
            Tidak ada satupun perbuatan yang begitu saja dinilai menyimpang. Suatu perbuatan dikatakan menyimpang jika memang didefinisikan sebagai menyimpang. Perilaku menyimpang bukannlah semata-mata ciri tindakan yang dilakukan ornag, melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut. Singkatnya, penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasarkan kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
2.      Penyimpangan bisa diterima atau bisa juga ditolak
            Perilaku menyimpang tidak selalu merupakan hal yang negatif. Ada beberapa penyimpangan yang diterima bahkan dipuji dan dihormati, seperti orang jenius yang mengemukakan pendapat-pendapat baru yang kadang-kadang bertentangan dengan pendapat umum atau pahlawan ang gagah berani dan sering terlibat peperangan. Sedangkan perampokan, pembunuhan terhadap etnis tertentu, dan menyebarkan teror dengan bom atau gas beracun, termasuk dalam penyimpangan yang ditolak dalam masyarakat.
3.      Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
            Pada kebanyakan masyarakat modern, tidak ada seorang pun yang masuk kategori sepenuhnya penurut (konformis) ataupun sepenuhnya penyimpang. Alasannya, orang yang termasuk kedua kategori ini justru akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, pada dasarnya semua orang normal pun sesekali pernah melakukan tindakan menyimpang, tetapi pada batas-batas tertentu yang bersifat relative untuk setiap orang. Perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangannya saja. Orang yang tadinya penyimpang mutlak lambat laun juga harus berkompromi dengan lingkungannya.
4.      Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya ideal
            Budaya  ideal di sini adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Tetapi dalam kenyataannya, tidak ada seorangpun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut. Antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengatahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak dilanggar.
5.      Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan
            Apabila pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma yang melarang suatu perbuatan yang ingin sekali diperbuat oleh banyak orang, maka akan muncul “norma-norma penghindaran”. Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan secara terbuka. Jadi, norma-norma penghindaran merupakan suatu bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat setengah melembaga (semi- institutitionalized).
6.      Penyimpangan sosial bersifat adaptif (menyesuaikan)
            Penyimpangan sosial tidak selalu menjadi ancaman karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemelihara stabilitas sosial. Di satu pihak, masyarakat memerlukan keteraturan dan kepatian dalam kehidupan. Kita harus mengetahui, sampai batas tertentu, perilaku apa yang kita harapkan dari orang lain, apa yang orang lain inginkan dari kita, serta wujud masyarakat seperti apa yang pantas bagi sosialisasi anggotanya. Di lain pihak, perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Tanpa suatu perilaku menyimpang, penyesuaian budaya terhadap perubahan kebutuhan dan keadaan akan menjadi sulit. Tidak ada masyarakat yang mampu bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu lama. Masyarakat yang terisolasi sekalipun akan mengalami perubahan. Perubahan ini mengharuskan banyak orang untuk menerapkan norma-norma baru.[3]
C.    Faktor-faktor Penyebab Penyimpangan Perilaku
            Secara garis besar, faktor-faktor penyebab penyimpangan perilaku dapat diklasifikasikan atas dua kategori, yaitu:
1.      Kondisi Biologis
a.       Faktor hereditas ; Hasil-hasil penelitian mengungkapkan bahwa karakteristik anak dapat dipengaruhi  oleh faktor genetik yang bersifat bawaan dari orang tua. Penelitian eksperimen juga telah didesain mengenai efek nature dan nurture pada penyesuaian diri. Hasilnya menunjukan bahwa faktor hereditas memberikan kontribusi terhadap penyimpangan perilaku (Lahey & Ciminero, 1980).
b.      Kerusakan otak (brain disorder). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1)      Penyimpangan perilaku serius, khususnya infantile autism, berhubungan dengan kerusakan otak (brain disorder)
2)      Hiperaktivitas, disebabkan oleh berbagi faktor, salah satu diantara faktor-faktor itu adalah karena kerusakan otak.
c.       Diet atau keadaan nutrisi. Hasil penelitian Lahey & Cimiero (1980), menunjukkan bahwa kekurangan nutrisi tidak hanya menyebabkan terjadinya retarnasi fisik dan mental, tetapi juga menjadi penyebab terjadinya perilaku menyimpang.
2.      Kondisi Psikologis
            Kondisi psikologis dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku. Kondisi-kondisi tersebut dapat bersumber dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat atau faktor yang bersumber dari individu sendiri seperti stres. Beberapa faktor penyebab perilaku menyimpang yang bersumber dari lingkungan keluarga seperti  perceraian orang tua, ketidakhadiran orang tua, konflik orang tua, penyimpangan perilaku orang tua (psikotik, antisosial, sikap bermusuhan, penyelahgunaan obat, sikap tidak konsisten).
            Stres merujuk pada situasi dimana seseorang mengalami kesenjangan antara kebutuhan dan tuntutan lingkungan. Faktor fisiologis, sosial maupun psikologis merupakan sumber stres yang berdampak negative seperti frustasi, kehilangan sesuatu yang dicintai, disebut stressor. Stressor dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisiologis (sirkulasi dan tekanan darah), gangguan perhatian, pemecahan masalah,unjuk kerja, takut, marah, dan emosi yang berlebihan.[4]
D.    Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang
1.      Penyimpangan primer
            Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang bersifat temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang. Menurut Edwin M. Lemerd yang berpendapat bahwa seseorang yang telah melakukan penyimpangan tahap primer (pertama) lalu oleh masyarakat sudah diberikan cap sebagai penyimpang, maka orang tersebut terdorong untuk melakukan penyimpangan sekunder (tahap lanjut) dengan alasan “kepalang tanggung”.
Ciri-ciri penyimpangan primer antara lain:
a.       Bersifat sementara
b.      Gaya hidupnya tidak didominasi oleh prilaku menyimpang
c.       Masyarakat masih mentolelir/menerima
2.      Penyimpangan sekunder
            Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas dengan memperlihatkan perilaku menyimpang.
Ciri-ciri penyimpangan sekunder antara lain:
a.       Gaya hidup didominasi oleh perilaku menyimpang
b.      Masyarakat tidak bisa mentolelir perilaku menyimpang tersebut
3.      Penyimpangan individu
            Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seorang individu dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Contohnya pencurian yang dilakukan sendiri.
4.      Penyimpangan kelompok
            Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan secara berkelompok dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat yang berlaku. Contohnya, geng kejahatan atau mafia.

5.      Penyimpangan situasional
            Penyimpangan jenis ini disebabkan oleh pengaruh bermacam-macam kekuatan situsional/sosial diluar individu dan memaksa individu tersebut untuk berbuat menyimpang. Contohnya, seorang suami mencuri karena melihat anak istrinya kelaparan.
6.      Penyimpangan sistematika
            Penyimpangan sistematika adalah suatu sistem tingkah laku yang disertai organisasi sosial khusus, status formal, peranan-peranan, nilai-nilai, norma-norma, dan moral tertentu yang semuanya berbeda dengan situasi umum. Segala pikiran dan perbutan yang menyimpang itu kemudian dibenarkan oleh semua anggota kelompok.[5]
E.     Contoh Perilaku Menyimpang
1.      Penyalahgunaan narkoba
            Pada awalnya, sebagian narkotika dan obat-obatan terlarang dipergunakan oleh kalangan dokter sebagai usaha untuk mengurangi rasa sakit berlebihan yang dialami oleh pasien-pasiennya. Akan tetapi, obat-obat tersebut akhirnya menjadi “obat terlarang” karena digunakan oleh orang-orang yang sehat secara jasmani untuk mengurangi tingkat kesadaran dan memperoleh perasaan nikmat meskipun sesaat.
            Obat terlarang seperti ecstacy pada mulanya dimaksudkan untuk merangsang gerak orang-orang yang berpenyakit lumpuh, tetapi kemudian dipakai untuk merangsang daya tahan tubuh.Istilah narkoba bukanlah istilah kedokteran atau psikologi. Istilah itu, walaupun sering digunakan institusi resmi (termasuk pemerintah) , bahkan digunakan dalam undang-undang, hanya merupakan singkatan dari kata-kata “narkotika” dan “obat-obatan berbahaya”. Dalam ilmu kedokteran narkotika dan obat-obat berbahaya justru sering digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena itu, yang berbahaya bukan narkoba itu sendiri, melainkan penyalahgunaan narkoba untuk tujuan-tujuan lain diluar tujuan kedokteran.
            Istilah “narkotika”  berasal dari kata Yunani “narkosis” yang dikemukakan oleh Bapak Ilmu Kedokteran, Hipokrates, untuk zat-zat yang menimbulkan mati rasa atau rasa lumpuh. Dalam undang-undang AS, yang dimaksud dengan narkotika adalah opium, variasi dari opium (kodein, heroin atau awam menyebutnya “putau”), termasuk zat sintesis (morphin), dan kokain  (disebut juga “koka”). Marijuana (awam: ganja), walaupun di Indonesia dilarang oleh undang-undang dan digolongkan narkotika, baik dari sudut struktur kimia zat itu, maupun dari dampak pemakaiannya (hanya menimbulkan ketergantungan, tidak mematikan). Belanda adalah salah satu Negara yang melegalkan marijuana. LSD (inex, sabu-sabu) dan obat-obat psikedelik lain yang member efek euphoria (perasaan senang, riang, nyaman yang semu) juga bukan termasuk jenis narkotika, walaupun dampaknya lebih serius daripada ganja (bias menimbulkan reaksi paranoid jika berhenti menggunakannya). Di Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat dan beberapa Negara lain, minuman keras (alcohol) juga dikontrol ketat karena dampaknya bias sangat berbahaya (alcoholim) jika digunakan secara berlebihan atau dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur. Di Indonesia walaupun ada undang-undang anti alcohol, pengawasannya dalam praktik tidak terlalu ketat, karena dampak sosialnya tidak segawat narkotika.[6]
2.      Perkelahian pelajar
            Perkelahian antar pelajar, sering disebut tawuran antarpelajar, tawuran menjadi masalah yang cukup serius karena peserta tawuran cenderung mengabaikan norma-norma yang ada melibatkan korban yang tidak besalah, dan merusak benda-benda yang berada disekitarnya.
3.      Perilaku seksual diluar nikah
            Mengenai perilaku seksual diluar nikah, sejak dulu manusia telah membuat seperangkat tata nilai dan norma-norma, baik norma agama, adat istiadat maupun hukum tertulis yang mengatur perilaku hubungan seksual agar fungsi reproduksi manusia dapat berlangsung tanpa mengganggu ketertiban sosial.[7]
F.     Usaha Untuk Menanggulangi Perilaku Menyimpang
            Penyimpangan tingkah laku siswa hendaknya hanya merugikan dirinya sendiri, masa depannya akan tetapi juga mengganggu orang lain dan menghancurkan harapan orang tua, sekolah dan bangsa. Oleh karena itu diperlukan adanya tindakan nyata dari berbagai pihak untuk menanggulanginya. Usaha itu dapat bersifat : pencegahan (preventif), pengentasan (creative) dan pembinaan (corektive).
1.      Usaha Preventif  (Pencegahan)
            Usaha preventif adalah usaha yang dilakukan secara sistematis, berencana dan terarah kepada tujuan untuk menjaga agar tingkah laku menyimpang itu tidak timbul. Usaha preventif lebih besar manfaatnya dari pada usaha kuraktif. Berbagai usaha preventif dapat dilakukan yaitu:

a.       Usaha di Rumah Tangga (Keluarga)
1)      Menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama. Artinya membuat suasana rumah tangga atau keluarga menjadi kehidupan yang taat dan bertaqwa kepada Allah di dalam kegiatan sehari-hari.
2)      Menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis dimana keluarga, ayah, ibu, dan anak tidak terdapat pertentangan atau percekcokan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan memberikan waktu luang untuk berkumpul bersama dengan anak-anak terutama diwaktu makan bersama.
3)      Adanya kesamaan norma-norma yang dipegang antara ayah, ibu dan keluarga lainnya di rumah tangga dalam soal mengatur anak.
4)      Memberikan kasih sayang secara wajar kepada anak-anak.
5)      Memberikan kasih sayang cukup terhadap kebutuhan anak-anak. Dalam hal ini berarti menumbuhkan kewibawaan pada orang tua akan menimbulkan sikap penurutan yang wajar pada anak.
6)      Memberikan pengawasan secara wajar terhadap pergaulan anak dilingkungan masyarakat.
b.      Usaha di Sekolah
1)      Guru hendaknya memahami aspek-aspek psikis murid dengan memiliki ilmu-ilmu tertentu antara lain : psikologi perkembangan, bimbingan dan penyuluhan, serta ilmu mengajar.
2)      Mengintensifkan pelajaran agama dan mengadakan tenaga guru agama yang ahli dan berwibawa serta mampu bergaul secara harmonis dengan guru-guru umum lainnya.
3)      Mengintensifkan bagian bimbingan dan penyuluhan disekolah dengan jalan mengadakan pembinaan akhlaq dan moral
4)      Adanya kesamaan norma-norma yang dipegang oleh guru-guru. Hal ini akan menimbulkan kekompakan dalam membimbing murid-murid.
5)      Melengkapi fasilitas pendidikan.
6)      Perbaikan ekonomi guru yaitu menyelaraskan gaji guru dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
c.       Usaha di Masyarakat
            Masyarakat adalah tempat pendidikan ketiga sesudah rumah dan sekolah ketiganya haruslah mempunyai keseragaman dalam mengarahkan anak untuk tercapainya tujuan pendidikan. Apabila salah satu pincang maka yang lain akan turut pincang pula.

2.      Usaha pengentasan (creative)
            Usaha creative adalah usaha pencegahan terhadap gejala-gejala tingkah laku menyimpang tersebut, agar kenakalan itu tidak meluas dan merugikan masyarakat. Usaha kreatif secara formal dilakukan oleh Polri dan kejaksaan negeri. Sebab jika terjadi surat kenakalan berarti sudah terjadi suatu pelanggaran hukum yang dapat berakibat merugikan diri mereka dan masyarakat.
3.      Usaha pembinaan (corektive)
            Usaha pembinaan yang dimaksud adalah Pembinaan terhadap anak didik yang tidak melakukan kenakalan. Pada hal ini dilaksanakan pembinaan dirumah, sekolah dan masyarakat. Pembinaan terhadap anak didik yang telah mengalami tingkah laku menyimpang yang telah menjalani suatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar mereka tidak mengulangi lagi kenakalan tersebut. Pembinaan dapat diarahkan dalam beberapa aspek yaitu :
a.       Pembinaan mental dan kepribadian beragama
b.      Pembinaan mental ideologi negara yaitu Pancasila
c.       Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi yang stabil
d.      Pembinaan ilmu pengetahuan
e.       Pengembangan bakat-bakat khusus.[8]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Tingkah laku menyimpang merupakan tingkah laku yang melanggar hukum, peraturan dan nilai yang berlaku di masyarakat yang dijunjung tinggi, sehingga menimbulkan kehancuran bagi kehidupan remaja itu sendiri, orang lain dan lingkungan alam sekitarnya.
            Penyebab tingkah laku menyimpang adalah gangguan psikologi atau kepribadian seperti tidak merasa puas dengan kehidupan dirinya sendiri karena potensi psikis maupun fisik yang tidak tersalurkan, nilai atau filsafat hidup yang salah dan mengalami gangguan emosi karena berbagai sebab.

B.     Daftar Pustaka
Idanto Muin, Sosiologi SMA untuk kelas X, Erlangga, Jakarta, 2006.
Taupik Rohman, dkk, Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat, Yudistira, Jakarta, 2007.
Syamsul Bahri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Kencana, Jakarta, 2010.
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.










[1] Idanto Muin, Sosiologi SMA untuk kelas X, Erlangga, Jakarta, 2006, hlm. 101

[2] http://makalah4you.blogspot.com/2013/11/makalah-perilaku-menyimpang.html,  diakses 31 Oktober 2017, jam 8.40 WIB.

[3] Taupik Rohman, dkk, Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat, Yudistira, Jakarta, 2007, hlm. 153

[4] Syamsul Bahri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Kencana, Jakarta, 2010, hlm.

[5] Idanto Muin, Sosiologi SMA untuk kelas X, Erlangga, Jakarta, 2006, hlm. 103

[6] Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm.268

[7] Syamsul Bahri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Kencana, Jakarta, 2010, hlm.

[8] http://makalah4you.blogspot.com/2013/11/makalah-perilaku-menyimpang.html, diakses 31 Oktober 2017, jam 9.30 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbandingan kurikulum di Indonesia

PERBANDINGAN KURIKULUM DI INDONESIA Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Telaah Kurikulum Dosen Pengampu : Dr. Isof Syafei, M. Ag.    Disusun oleh : Hilda Lestari (115011613) KAMPUS STIT AT-TAQWA KPAD JL . INTEDANS NO.77S KPAD GEGER KALONG BANDUNG 40153 2017 DAFTAR ISI Daftar Isi ............................................................................................................................... 1 BAB I Pendahuluan ......................................................................................................................... 2 Latar Belakang ..................................................................................................................... 2 Rumusan Masalah................................................................................................................. 3 BAB II...

HUKUM TAKLIFI & HUKUM WADH’I

HUKUM TAKLIFI & HUKUM WADH’I Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih & Ushul Fiqih DOSEN : MUKAROM,M.AG. Nama : Hilda Lestari 115011613 KAMPUS STIT AT-TAQWA KPAD JL.INTEDANS NO.77S KPAD GEGER KALONG BANDUNG 40153 2016 PENDAHULUAN Para Ulama sepakat bahwa tindakan manusia;baik berupa perbuatan maupun ucapan,dalam hal ibadah maupun muamalah,berupa tindakan perdana maupun tindakan perdata,masalah akad atau pengelolaan,dalam syariat Islam seluruhnya masuk dalam wilayah hukum.Hukum-hukum itu sebagian ada yang dijelaskan oleh al-Quran dan al-Sunnah dan sebagian tidak.Namun Syariat Islam telah menetapkan dalil dan tanda-tanda tentang hukum yang tidak dijelaskan oleh keduanya,sehingga seorang Mujtahid dengan dalil dan tanda-tanda hukum itu dapat menjelaskan dan menetapkan hukum-hukum yang tidak dijelaskan tersebut. Dari kumpulan hukum-hukum syariat yang berhubungan ...
Hadits tentang sosial dan masyarakat Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hadits dan Pembelajarannya DOSEN : MUKAROM,M.AG.   Disusun oleh : Hilda Lestari KAMPUS STIT AT-TAQWA KPAD JL.INTEDANS NO.77S KPAD GEGER KALONG BANDUNG 40153 201 7 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang di dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia dikatakan makhluk sosial dikarenakan pada diri manusia terdapat dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain. Manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.       ...